Tuesday 15 September 2020

Terjebak Jeratan Rentenir

Ketika kita mendengar kata "Rentenir", pasti pikiran kita akan langsung mengarah ke perihal hutang. Memang hal tersebut tidaklah salah karena Rentenir atau Lintah Darat atau Tengkulak itu erat kaitannya dengan masalah hutang-piutang.
Setiap orang pasti punya definisi tersendiri dengan yang namanya Rentenir, bahkan ada yang beranggapan bahwa Rentenir itu adalah manusia yang sangat kejam sifatnya karena dia meminta bunga yang sangat tinggi dari uang yang telah dia pinjamkan.

Disini saya tidak ingin menjelaskan arti dari rentenir karena saya percaya Anda bisa mencari sendiri arti tersebut.
Saya disini akan berbagi pengalaman saya yang pernah berhubungan langsung dengan seorang Rentenir, atau istilah lainnya terjerat hutang kepada seorang Rentenir. Dan itu terjadi selama 2 tahun.
Cerita pengalaman saya ini mungkin cukup panjang, karena itu tidak ada salahnya siapkan dulu cemilan, kopi atau teh dan juga rokok Anda. Tentu saja nama-nama yang ada di dalam cerita saya ini saya samarkan karena ini menyangkut teman-teman saya juga, jadi mohon dimaklumi.

Kejadian ini terjadi kira-kira 3 tahun yang lalu. Saat itu teman saya, sebut saja A meminta tolong untuk mencarikan uang sebanyak 10 juta rupiah karena ada sebuah kebutuhan. Jujur saja saat itu saya tidak memiliki uang sebanyak itu. Rasa iba dan ingin menolong itu muncul karena desakan dari dia dengan memohon kepada saya. Dan dia berani menjanjikan akan membayarnya setelah dia mendapatkan fee dari proyeknya, kira-kira sebulan. Karena saya sudah mengenal lama dan mengenal baik dia, saya pun percaya dengan janjinya.
Singkat kata, saya coba mencarikan pinjaman ke teman kecil saya, sebut saja B. Tentu saja dengan alasan bahwa saya yang meminjam karena ada suatu keperluan. 
Sebab jikalau saya mengatakan bahwa untuk meminjamkan ke teman, kecil kemungkinan dia bisa membantu.
Karena kedekatan kami sedari kecil, bahkan rumah kami pun berdekatan, akhirnya dia meminjamkan uang 10 jt kepada saya.
Kemudian saya serahkan uang tersebut kepada A yang membutuhkan bantuan saya tadi, tentu saja saya beritahu bahwa uang tersebut saya dapatkan dari meminjam teman saya yang lain.
Disinilah awal ketidakjujuran saya yang akhirnya saya sesalin. Saya tidak jujur kepada B bahwa uang tersebut saya pinjamkan juga ke orang lain.
Setelah 1 bulan, B ini menagih janjinya kepada saya. Saat itu saya mencoba menagih ke A karena dia mungkin sudah mendapatkan fee dari proyeknya. Tapi ternyata asumsi saya salah, dia belum sanggup membayar dan meminta kelonggaran. 
Akhirnya semacam pesan berantai, sayapun meminta kelonggaran kepada teman saya.
Minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tetap saja A belum sanggup membayar uang tersebut kepada saya, dan tentu saja untuk kesekian kalinya saya meminta kelonggaran kepada B dengan berbagai macam alasan.
Setelah mungkin ada 3 bulan, akhirnya kesabaran si B tersebut habis, datanglah dia kepada keluarga saya dan menceritakan semuanya kepada keluarga saya.
Bisa Anda bayangkan apa yang terjadi setelah itu kan? Saya kena semprot dan marah dari keluarga. Rasa bersalah itu muncul di dalam hati karena saya telah mempermalukan keluarga.
Dikarenakan rasa panik, gugup dan rasa bersalah, saya mencoba mencari pinjaman lagi untuk melunasi hutang tersebut.
Saat itu saya merasa bahwa tidak bisa mengandalkan A tadi karena dia sendiri tidak memiliki dana untuk membayar hutangnya kepada saya. 
Akhirnya saya coba mengontak teman yang dulu 1 kos dengan saya waktu masih merantau di Yogya. Sebut saja namabya C. Tentu saja saya bilang bahwa saya ada keperluan mendesak. 
Satu kebohongan akan ditutupi oleh kebohongan berikutnya, dan itulah yang saya lakukan. 
Sekali lagi saya membohongi C hanya demi mendapatkan uang agar bisa secepatnya membayar hutang kepada B.
Dikarenakan kami pernah 1 atap di Yogya dan pernah senasib seperjuangan, dia bersedia membantu saya.
Namun saat itu, C tidak memiliki uang sebanyak itu karena uangnya sudah dia belikan motorsport secara tunai/cash.
C menawarkan untuk menggadaikan surat kendaraannya namun saya yang harus menebusnya, tentu saja beserta bunganya.
Dalam suasana panik dan gugup, saya setujui penawarannya. Akhirnya di sebuah hari yang telah kami sepakati, kami berangkat menggadaikan BPKB motor C. Awalnya saya mengira akan digadaikan ke Pegadaian atau sebuah Koperasi Simpan Pinjam (Kospin), ternyata bukan. Kami bertemu dengan seorang lelaki tua dengan tampilan khas Betawi di sebuah desa kecil di daerah Bogor. C memanggilnya Abah.
Dia menjelaskan alasannya lebih memilih mendatangi Abah daripada ke Pegadaian atau Kospin karena prosedurnya yang sangat cepat, hanya hitungan menit dan tanpa cek ini itu. Berbeda dengan Pegadaian dan Koperasi yang harus menunggu dan adanya survey.
Namun konsekuensinya adalah bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan lembaga formal. Saat itu bunga yang harus kami bayar adalah 20% untuk peminjaman 1 bulan, andai dalam 1 bulan tidak bisa melunasi, maka motorsport C akan diambil.
Dengan kata lain, bulan depan saya harus membayar 12 jt untuk melunasi itu semua.
Tanpa pikir panjang, saya sanggupin. Saya sudah tidak bisa berpikir panjang karena saat itu saya hanya berpikir bagaimana caranya agar uang B itu bisa saya lunasi.
Tanpa saya sadari, disitulah awal mula saya berurusan dengan seorang Rentenir, yaitu Abah, dalam hidup saya. Dulu saya hanya mengetahui seorang Rentenir hanya dari sebuah cerita atau tayangan di televisi, namun sekarang saya malah langsung menghutang kepada Rentenir.
Saat itu saya hanya berpikir kalau bulan depan pasti A sudah memiliki uang dan bisa melunasi hutangnya.
Sedikit informasi bahwa saya cerita semua kepada si A, dan juga perihal saya meminjam ke C lalu berurusan dengan Abah. A pun berjanji bahwa dia akan mendapatkan uang untuk melunasi semuanya termasuk dengan bunganya.
Singkat cerita, hampir satu bulan berlalu, di suati sore, C mengirimkan pesan menanyakan perihal pinjamannya ke Abah. Dia berkata bahwa jatuh tempo kurang 2 hari lagi. Tak lama kemudian, langsung saya tanyakan ke A bagaimana perihal hutangnya ini dan ternyata jawabannya jauh di luar dugaan. A tidak memiliki uang untuk melunasinya.
Alhasil saya kembali panik dan kalut. Andai motor C sampai disita Abah, tentu saja saya jadi satu-satunya manusia yang paling bertanggungjawab atas semua itu. Padahal saya tahu bahwa untuk bisa membeli motorsport idamannya, C harus menabung lama.
Disitulah saya sadar bahwa saya bersalah dari awal karena tidak jujur.
Akhirnya saya beranikan diri untuk berbicara jujur kepada C dan saya siap untuk menanggung semua konsekuensinya sebagai bentuk pertanggungjawaban saya. Tentu saja C marah besar saat tahu bahwa saya tidak mempunyai uang dan saya tidak jujur. Namun Alhamdulillah karena kami berteman dari dulu dan pernah mengalami susah bersama, C bersedia memaafkan ketidakjujuran yang telah saya lakukan.
Tapi tidak cukup sampai disini saja, ada konsekuensi yang harus saya tanggung, yaitu perihal hutang.
Ketika jatuh tempo hutang kurang 1 hari, kami kembali mendatangi Abah. Disana saya berkata jujur bahwa sebenarnya sayalah yang menghutang dan saya siap menanggung konsekuensinya, dalam artian perihal pembayaran, saya yang bertanggungjawab melunasi semua itu. Namun disitu saya meminta keringanan pembayaran supaya bisa dicicil.
Hal itu tentu saja tidak serta-merta langsung disetujui oleh Abah. Abah menanyakan pekerjaan saya, saya kerja dimana, atau saya wirausaha dan dimana tempat usaha saya. Saya jawab secara jelas dan terperinci perihal usaha dan dimana tempat usaha saya.
Sebelum menyetujui tentang pengajuan keringanan pinjaman, pihak Abah ingin melihat tempat usaha saya sebagai bahan pertimbangan. Ibarat sebuah Leasing, mungkin melakukan sebuah survey calon nasabah terlebih dahulu.
Singkat cerita, keesokan harinya datang 3 orang perwakilan dari Abah ke tempat usaha saya, kami ngobrol basa-basi sebentar. Lalu salah satu orang itu menyampaikan bahwa besok diminta Abah untuk datang lagi ke kediaman beliau. Masalah waktu dan jamnya terserah saya, sebisa saya.
Keesokan malam sehabis Maghrib, saya kembali mendatangi Abah. Tentu saja banyak harapan di pikiran saya, diantaranya jangan sampai motor si C itu diambil oleh pihak Abah karena saya.
Oiya, secara kepribadian, Abah bukan orang yang galak dan judes seperti seorang rentenir yang kita lihat di acara-acara TV. Dia sangat ramah dan penuh senyum.
Setelah kami berbasa-basi, Abah menanyakan apakah saya sanggup mengangsur sebanyak 1 juta per bulan. Tanpa pikir panjang, saya sanggupi. 
Asumsi saya bahwa hutang sebesar 12 juta (sudah termasuk bunga), bisa saya lunasi dalam kurun waktu 1 tahun paling lama jika cicilannya 1 juta per bulan.
Namun lagi-lagi asumsi saya salah.
Selang beberapa lama, Abah menyodorkan 2 lembar kertas yang isinya perjanjian hutang-piutang dan copy-annya. Setelah saya baca dengan seksama, ternyata memang benar bahwa cicilan hutang saya itu 1 juta per bulan, namun harus dicicil selama jangka waktu 2 tahun. Berarti hutang saya yang awalnya 10 juta menjadi 12 juta karena bunga lalu membengkak lagi menjadi 24 juta karena cicilan 1 juta selama 2 tahun.
Tentu saja saya keberatan dan saya ungkapkan itu kepada Abah karena itu sangat jauh nilai pembengkakan hutang pada akhirnya.
Dengan wajah ramah, Abah memberikan 3 opsi kepada saya,
Pertama : silakan tanda tangani surat itu,
Kedua : tidak perlu ditandatangani jika keberatan, namun silakan besok kembali lagi kemari sembari membawa uang 12 juta,
Ketiga : tidak perlu tandatangani surat ini dan tidak perlu kemari besok dengan uang pelunasan, namun pihak Abah akan langsung mengambil motor milik C.
Disitulah pikiran saya langsung buyar dan panik karena tentu saja saya tidak ingin membuat C kehilangan motor barunya karena ulah saya. Akhirnya terpaksa saya tandatangani surat perjanjian itu.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, saya menjalani rutinitas seperti biasa dan tentu saja dengan cicilan hutang tersebut. Terkadang terasa berat saat kondisi pemasukan sedang sulit, terkadang saat ada uang lebih, saya simpan untuk bulan berikutnya. Sedikit info bahwa di surat perjanjian itu harus dibayar rutin perbulan, jadi saya tidak bisa bayar untuk beberapa bulan kedepan sekaligus.
Hubungan saya dengan C Alhamdulillah tetap baik-baik saja walau pada awalnya dia nyaris kehilangan motor barunya karena saya. Mungkin banyak yang bertanya bagaimana dengan si A yang menjadi awal mula hutang ini?
Saat itu untuk beberapa saat, A menjauhi saya dan seakan memusuhi saya dengan alasan yang menurut saya sangat tidak mendasar. Jangankan membahas perihal 10 juta, menyapapun tidak.
Sempat pada suatu saat, saya sedikit sakit hati dan emosi sesaat muncul karena disaat saya sedang terjerat dengan cicilan hutang, saya melihat A memposting foto sebuah slip transferan sebesar 100 juta kepada orang tuanya. 
Tapi itu hanya emosi sesaat saja walau ada anggapan bahwa saya punya hak untuk marah. Namun saya tidak ingin melakukan itu.
Dan Alhamdulillah setelah 2 tahun akhirnya hutang saya kepada Abah bisa lunas, saat itu saya benar-benar bersyukur, serasa hilang sudah 1 beban berat saya. Saya anggap itu sebagai pelajaran hidup dan pengalaman yang sangat berharga.
Saya berharap itu pengalaman pertama dan terakhir berhubungan dengan seorang rentenir.

Begitulah cerita panjang tentang pengalaman saya terjerat hutang kepada rentenir. Pesan saya untuk semua yang membaca, jauhi itu rentenir, jikalau bisa, janganlah menghutang karena membuat hidup tidak tenang.

Oiya, untuk masalah dengan A, mungkin akan saya lanjutkan lagi lain waktu karena ada sangkut-pautnya dengan hutang yang nominalnya jauh lebih besar dibandingkan ini dan tentu saja melibatkan saya.

See you next time, jangan lupa tersenyum 😁


Monday 1 June 2020

Jangan Abaikan Kebaikan Orang Lain

Tulisan ini saya buat untuk saya tujukan kepada diri saya sendiri yang masih sering tanpa sadar mengabaikan atau bahkan melupakan kebaikan yang telah orang lain perbuat kepada diri saya.
Ada dua hal dalam hidup ini yang mesti kita ingat, yaitu Kebaikan orang lain kepada kita dan keburukan kita kepada orang lain.

Pertanyaannya adalah mengapa kita harus berbuat seperti itu?
Karena yang membahayakan diri kita itu bukanlah perbuatan orang lain, demikian pun yang memberikan kebaikan kepada kita bukanlah perbuatan orang lain juga. 
Perbuatan diri kita sendirilah yang akan memberikan kebaikan dan keburukan untuk diri kita sendiri.

Jadi, ada dua hal yang penting adalah mengingat kebaikan orang lain kepada kita dan mengingat keburukan kita kepada orang lain. 
Dengan mengingat segala keburukan yang sudah kita lakukan kepada orang lain akan membuat kita senantiasa menjadi manusia yang ingat dosa, ingat untuk bertobat dan meminta maaf kepada manusia lain. Selain itu juga memotivasi diri kita untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Begitupun sebaliknya, dengan kita mengingat kebaikan orang lain kepada kita akan membuat kita senantiasa bersyukur kepada Tuhan dan selalu ingat dengan terima kasih. Dan kita pun menjadi termotivasi untuk memberikan kebaikan kepada orang lain meskipun andai dia tidak pernah mengharapkan itu.

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah."
(HR. Tirmidzi).
"Barangsiapa yang telah berbuat kebaikan kepada kalian, hendaklah kalian membalasnya. Jika kalian tidak sanggup membalasnya, maka berdoalah untuknya, hingga kalian tahu bahwa kalian telah bersyukur. Allah adalah Dzat Yang Mahatahu Berterimakasih dan sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur."
(HR. Thabrani).

Jika kita merasa sering menjadi beban bagi orang lain, ataupun merepotkan orang lain, siapapun itu, entah itu tetangga, kawan, sahabat ataupun saudara kita, maka setidaknya kita punya inisiatif untuk membalas budi baiknya meskipun orang itu tidak mengharapkan balasan tersebut.

Jika dikaitkan dengan hadist di atas tadi, maka bisa disimpulkan bahwa berterimakasih kepada orang lain merupakan wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan karunia-Nya, pertolongan-Nya dan rezeki-Nya kepada kita melalui perantara orang tersebut. 
Barang siapa yang terbiasa mengingkari kebaikan orang lain, maka sebenarnya dia mempunyai tabiat mengkufuri nikmat Allah SWT.

Inilah pentingnya supaya kita tidak mengabaikan atau melupakan kebaikan orang lain kepada kita dan senantiasa berterimakasih kepada mereka atas kebaikan yang mereka berikan.

Mengapa saya membuat judul seperti itu? Karena sering kali kita (terutama saya) abai dan lupa akan kebaikan seseorang hanya karena sebuah kesalahan. Sering kita (terutama saya) melupakan segala jasanya hanya karena sebuah pertengkaran dan rasa marah. Atau mungkin hanya karena sebuah ego.

Di dalam QS. Al-Baqarah ayat ke 237 disebutkan, " Memaafkan itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Ayat tersebut turun berkaitan dengan perceraian. Digandengkan kata "memaafkan" dan "jangan lupa kebaikan" seakan-akan ingin menunjukkan bahwa sebesar apapun kesalahan seseorang, jangan pernah menghilangkan kebaikan yang pernah ia lakukan kepada kita. Kebaikan tetaplah kebaikan. Dan janganlah kita menjadi orang yang tak tahu balas budi.

Semoga kita (termasuk saya) tidak termasuk manusia yang mudah mengabaikan kebaikan orang lain.

Monday 20 April 2020

Jangan Mudik Dulu

Tulisan ini saya tujukan untuk semua saudara-saudara yang sampai saat ini masih ada di perantauan, khususnya saudara-saudara yang berasal dari Kabupaten Wonosobo. Teruntuk Anda semua, tolong jangan mudik dulu. Tahan dulu rasa rindu Anda.

Walaupun dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tidak mengeluarkan larangan untuk mudik dan ini hanya bersifat himbauan, tolong turuti saja karena semua itu demi memotong rantai penyebaran virus Covid-19, demi keselamatan kita bersama, demi keselamatan keluarga di kampung dan tentu saja demi kesehatan finansial keluarga di kampung sebab yang dari kampung bisa menyelamatkan kita di perantauan.

Mengapa saya menyebut kota Wonosobo? Karena saya sendiri berasal dari kota kecil itu dan saya anggap kehidupan masyarakat Wonosobo bisa secara umum mewakili kehidupan masyarakat di kota-kota kecil lainnya. 

Ada beberapa alasan mengapa sebaiknya kita tidak mudik.

Pertama
Tak terbantahkan bahwa Jakarta mempunyai segala fasilitas yang jauh lebih maju dibandingkan dengan yang ada di daerah-daerah lain atau kota-kota yang lain, dalam hal ini fasilitas kesehatan maupun alat kesehatannya. Namun di saat pandemik virus Corona ini, kita bisa melihat bagaimana pontang-pantingnya tenaga medis yang ada di Jakarta, termasuk dengan ketersediaan alat-alat medis, diantaranya Alat Perlindungan Diri untuk semua tenaga medis yang ada. Bahkan ada beberapa bangunan yang dialihfungsikan sebagai Rumah Sakit darurat untuk menampung pasien-pasien Covid-19.
Coba bayangkan apa yang terjadi jika terjadi lonjakan pasien Corona di kota kecil seperti Wonosobo dengan segala keterbatasannya? Rumah sakit yang tidak sebanyak kota-kota besar seperti Jakarta, belum lagi jumlah ketersediaan tenaga medis dan alat-alat medis yang ada. Bisa Anda bayangkan betapa susah dan repotnya para tenaga medis dan Pemerintah Kabupatennya? Ini kita baru membahas tentang tenaga medis dan Pemkabnya yang pastinya bakalan kerepotan, belum lagi dengan kehidupan warga masyarakatnya.

Kedua
Sekarang mari kita bahas tentang warganya termasuk dengan segala tata kehidupan di dalamnya.
Andai saja virus Covid-19 ini sudah menyebar sampai ke pedesaan, dampaknya juga akan mengerikan. Kita anggap kebanyakan masyarakat di desa itu hidup mengandalkan penghasilan dari segi pertanian dan peternakan.
Ketika para petani dan peternak harus dikarantina, bagaimana dengan lahan pertanian dan hewan-hewan ternak mereka? Siapa yang akan mengolah lahan, menyirami sayur-sayuran dan memberi pupuk? Pastinya tanaman-tanaman itu akan mati lalu gagal panen.
Termasuk dengan hewan-hewan ternak yang juga akan mati karena tidak ada yang mengurusnya.
Para masyarakat di desa bakalan merugi secara fisik dan ekonomi.

Mengapa di atas tadi saya menulis tentang menjaga kesehatan finansial masyarakat di desa? Karena mereka bisa menopang kehidupan masyarakat di kota.
Para petani dan peternak harus tetap sehat agar ketahanan pangan kita tetap terjaga. 
Penting bagi kita supaya mereka tetap bisa berproduksi lalu panen sehingga mereka tetap mempunyai penghasilan. Dengan begitu, mereka bisa membantu saudara atau keluarganya yang ada di perantauan.
Biarlah kita di perantauan ini sekarat secara ekonomi dengan harapan keluarga di kampung bisa membantu kita. Tentu saja dengan syarat mereka tetap sehat.

Tentu saja kita tidak ingin pulang kampung dengan membawa oleh-oleh penyakit yang belum ada obatnya ini kan?

Tahan rindu kita, kita semua sama, sama-sama merindukan rumah. Sama-sama berkeinginan menikmati hari raya berkumpul bersama keluarga di kampung, bersilaturahmi kesana-kemari. Kita sama!
Namun, demi kesehatan dan keselamatan mereka, mari kita tahan rasa rindu ini. Percayalah, kelak akan ada saatnya kita bisa bebas pulang kampung.
Berdoalah kepada Tuhan, siapapun dan apapun itu Tuhan kita, supaya wabah ini cepat berakhir.

Let's fight together!!

Sunday 19 April 2020

Tetap Bersyukur

Dampak ekonomi karena pandemik virus Corona ini benar-benar dirasakan oleh semua orang, termasuk saya sendiri.
Sebagai seorang yang bergerak di bidang perdagangan, saya benar-benar merasakan bagaimana sulitnya, pendapatan yang seret sedangkan tetap harus ada pengeluaran. Inilah saatnya untuk benar-benar mengasah otak menyiasati hal ini.

Saya akui bahwa awalnya ada sedikit rasa mengeluh, namun saya mencoba untuk mengikis rasa itu supaya tidak membesar. Apa ya mau terus-terusan mengeluh?

Ketika saya melihat kehidupan di luar sana, muncul rasa malu saya mengapa saya harus mengeluh? Bagaimanapun juga saya harus tetap bersyukur, karena di luar sana masih banyak orang yang keadaannya jauh lebih susah dibandingkan saya.

Okelah penjualan saya sangat seret, untuk bisa mendapatkan uang 50 ribu untuk sekarang ini bisa dibilanh agak susah. Namun di luar sana, banyak orang yang untuk mendapatkan nasi sepiring pun kesusahan. Astaghfirullah.

Alhamdulillah saya masih diberi kekuatan dari Allah berupa tenaga dan waktu sehingga saya bisa membantu para relawan mendistribusikan bantuan-bantuan dari para donatur. Setidaknya saya masih diberi kemampuan untuk membantu sesama manusia dan para tenaga medis di Rumah Sakit.

Alhamdulillah juga ada beberapa teman yang saya hutangi uangnya memberikan keringanan waktu dalam pengembaliannya. Padahal saya tahu bahwa sebenarnya mereka juga sedang dalam kondisi yang tidak jauh berbeda dengan saya secara finansial, namun karena sisi kemanusiaanlah yang membuat mereka berbuat seperti ini. Terima kasih kawan.
Urusan hutang tersebut sejujurnya membuat saya agak khawatir karena di dalam Islam dikatakan bahwa hutang itu akan dibawa mati. 
"Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari Kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham." (HR. Ibnu Majah no 2414).
Jujur saja tidak ikhlas saya kalau harus dibayar dengan kebaikan kelak karena amal kebaikan saya jelas-jelas masih kurang.
Hal tersebutlah yang membuat saya bertindak serupa, saya juga tidak akan menagih kepada orang-orang yang telah meminjam uang saya. Saya juga paham kondisi mereka dan juga ada sedikit ada rasa sungkan untuk menagih di saat seperti ini.

Okelah, untuk saat ini kondisi finansial saya porak-poranda, tapi saya harus tetap bersyukur atas segala nikmat Allah yang telah saya terima, termasuk nikmat sehat ini. Dan ini yang akan saya jaga supaya kelak saya bisa memperbaiki segala kerusakan dalam finansial saya ini.
Alhamdulillah.

Jangan lupa untuk selalu bersyukur kawan-kawan semua, apapun keadaan kita.

Wednesday 15 April 2020

Tetaplah Berbuat Baik.

Ada kalanya kebaikanmu akan disepelekan, tidak dihargai bahkan diabaikan oleh orang lain. Atau yang lebih parah lagi adalah kamu mendapatkan balasan yang buruk dari kebaikanmu. Namun jangan fokus pada apa balasan dari kebaikanmu, kamu harus tetap menjadi orang yang baik tak peduli mereka menganggapmu baik atau tidak.

Karena akan ada masanya semua kebaikanmu akan terbalaskan. Sekecil apa pun kebaikan yang kamu lakukan pasti akan dibalas dengan kebaikan juga.

Percayalah bahwa semua kebaikan yang kamu lakukan tidak akan pernah sia-sia. Semua kebaikan akan selalu tertulis, kebaikan sekecil apapun itu selamanya akan tetap menjadi kebaikan walau terkadang kebaikanmu diabaikan.

Abaikan mereka yang mengabaikanmu walau terkadang kau merasa kecewa terhadapnya.

Mau sebaik apa pun kamu, akan selalu ada orang yang tidak akan menyukaimu bahkan akan selalu ada orang yang tidak menghargai kebaikanmu.

Begitulah manusia, selalu ada saja yang salah dimatanya bahkan dengan kebaikan hati yang kamu lakukan saja masih terlihat salah dimata manusia.

Sudahlah hempaskan mereka yang mengabaikan kebaikanmu. Lupakan semua itu. Anggap saja kamu tidak mau terlibat bahkan tidak ada urusan dengan mereka yang selalu menganggapmu salah di matanya.

Yang harus tetap kamu lakukan adalah menjadi orang yang baik dan tetaplah berbuat baik meski ada sebagian orang yang hanya menyepelehkan kebaikanmu.

Kebaikan yang kamu lakukan selama jangan dihitung kebaikan agar tidak menginginkan balasan. Karena ketika kau menghitung kebaikan yang kamu lakukan kepada orang lain lalu orang tersebut tidak menghargaimu kamu akan merasa kecewa dan sakit hati.

Maka jangan pernah menghitung kebaikan yang kamu lakukan. Cukup menjadi orang yang baik dan jangan hiraukan mereka dan percayalah bahwa kelak akan ada masanya semua kebaikanmu terbalaskan.

Sudahlah tak perlu menghitung kebaikan apa saja yang pernah kamu lakukan terhadap orang lain. Biar Tuhan yang membalas semua kebaikanmu karena semua kebaikanmu akan selamanya menjadi kebaikan dan semua kebaikan itulah yang akan mendatangkan kebaikan padamu kelak.

Sejujurnya bagi saya lebih mudah untuk menuliskan atau menjabarkan ini, namun dalam pelaksanaannya tidak semudah itu.

Harapan saya, semoga kita semua tetap bisa berbuat baik kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja.



Sunday 31 March 2019

Selamat Hari Lahir, Sahabat

Teruntuk sahabat terbaikku yang tepat hari ini sedang merayakan Hari Ulang Tahun dan Hari Lahirnya, maafkanlah aku yang tidak bisa memberikan sesuatu yang bagus dan indah sebagai kado di hari spesialmu ini.

Hanya untaian doa yang kupanjatkan kepada Sang Maha Mendengar, Sang Maha Besar dan Sang Maha Segalanya sebagai kado untukmu, dan semoga Dia mengabulkan doa-doa dari hamba-Nya yang hina dan bergelimang dosa ini.

Sahabat,
Semoga Allah memanjangkan usiamu, menyehatkan jasadmu, menerangi hatimu, menetapkan dan menguatkan iman dan taqwamu.

Sahabat,
Semoga Allah membaikkan dan menerima segala amalanmu, meluaskan rezekimu, mendekatkanmu pada kebaikan dan menjauhkanmu dari kejahatan.

Sahabatku,
Semoga Allah senantiasa membimbingmu agar engkau selalu berjalan di jalan-Nya, jalan yang Dia ridhoi dan berkahi serta tidak membiarkanmu tersesat.

Sobatku,
Semoga Allah menjauhkanmu dari segala macam gangguan ilmu sihir, ilmu hitan, iblis, setan bahkan manusia yang akan menyesatkanmu dan menjauhkanmu dari-Nya.

Sahabatku,
Semoga di usiamu yang baru ini, Allah menambahkan kedewasaan berpikirmu, dan menambah kebijakanmu dalam melangkah mengarungi kehidupan

Sahabatku,
Semoga Allah memberikan Hidayah, Inayah dan Kharomah kepadamu.

Sobatku,
Semoga Allah memberikanmu keselamatan dalam agama, dan kesejahteraan/kesegaran pada tubuh dan penambahan ilmu, dan keberkahan rizqi, serta taubat sebelum mati dan rahmat di waktu mati, dan keampunan sesudah mati.

Sahabatku tercinta,
Semoga Allah mengabulkan segala kebutuhanmu dalam pada agama, dunia, dan akhirat.

Washallallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa’alaa aalihi washah bihi wasallama. Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘ammaa yashifuuna wasalaamun ‘alal mursaliina walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiina.

Aamiin ya rabbal alamin

Sunday 5 November 2017

Tetap Bersyukur

*Based On True Story*

Malam itu, waktu menunjukkan pukul setengah 12 malam dan entah kenapa tiba-tiba perut terasa lapar (lagi).
Setelah dengan pertimbangan, akhirnya saya putuskan untuk keluar cari makanan.
Dan tujuan saya adalah mencari nasi atau mie goreng karena biasanya di tengah malam begini yang ada hanya itu.

Setelah berjalan beberapa saat, saya menemukan sebuah warung nasi goreng di pinggir jalan yang sepi. Penjual yang lain yang sudah saya lewati rata-rata ada beberapa pembeli dan saya malah mengantri. Akhirnya saya memutuskan untuk mampir di warung itu.

Tampak dari kejauhan, suami istri penjual nasi goreng itu sedang bersenda-gurau sembari tertawa kecil.

Singkat cerita, saya memesan 1 porsi nasi goreng dan 1 porsi mie goreng untuk dimakan di rumah.
Sang Bapak sangat gesit melayani pesanan saya walaupun usianya sudah tidak bisa dibilang muda lagi.
Sayangnya sang Bapak tidak sempat saya foto.

Sembari menunggu pesanan saya jadi, saya memulai obrolan basa-basi dengan mereka.

"Gimana Pak, ramai ya Pak?", saya memulai obrolan.
"Alhamdulillah Mas." Sahut sang bapak sembari tersenyum.
"Alhamdulillah masnya pembeli pertama kami."

Gleeeeeek....pembeli pertama? Berarti dari tadi sepi tak ada yang beli?

"Emang bukanya jam berapa?".

"Buka dari seabis Maghrib Mas." Timpal si Ibu.

Masya Allah.. dari tadi sama sekali tidak ada pembeli yang datang tapi tak ada nampak wajah sedih atau murung di raut wajah mereka berdua.

"Namanya dagang ya gini Mas, kadang ramai sampai kewalahan, namun terkadang juga sepi banget." Ucap si Bapak sembari memainkan penggorengannya.

"Iya sih Pak, benar." Saya bingung mau jawab apa lagi.

"Mau bagaimanapun kondisinya, tetap  kami syukuri Mas." Timpal si Ibu.

"Kalaupun sepi, kami bersyukur karena kami sudah tidak terlalu lelah seperti waktu Bapaknya masih jualan keliling Mas. Alhamdulillah sekarang udah kuat sewa tempat ini, jadi Bapaknya tidak harus capek jalan keliling."

"Memangnya disini udah berapa lama Bu?".

"Sudah hampir 4 bulan ini Mas."
"Kalau dulu waktu Bapaknya masih keliling, saya tidak bisa bantuin Mas, kaki saya tidak kuat kalau jalan jauh, dikit-dikit kesemutan kaku. Kalau gini kan saya bisa bantuin Mas." Lanjut si Ibu.

"Dan Alhamdulillah ini gerobak dan kompornya sudah milik sendiri, kalau dulu saya sewa Mas." Timpal si Bapak.

"Jadi kalau misal jualan sepi, saya tidak bingung mikirin bayar sewa gerobak dan kompor. Belum lagi kalau pas kondisi hujan, saya sekarang sudah tidak perlu basah-basahan lagi Mas."

"Dan saya yakin Mas kalau rezeki itu sudah diatur oleh Allah dan tidak bakalan tertukar. Kita sebagai manusia berkewajiban untuk berusaha dan bertawakal serta jangan lupa untuk tetap bersyukur. Kalaupun sekarang sepi, saya yakin pasti Allah sedang menguji saya dan saya yakin juga Allah akan mengganti rezeki saya di lain hari."

Sedikit percakapan saya dengan suami istri penjual nasi goreng tersebut benar-benar serasa menampar saya secara telak.
Mereka tetap bisa ceria walaupun kondisi warungnya sepi. Mereka tetap bersyukur kepada Sang Penciptanya.
Sedangkan saya? Sepertinya saya lebih banyak mengeluhnya dibanding bersyukurnya.
Dan saya selalu merasa kurang, kurang dan kurang dengan apa yang saya dapat.

Sesungguhnya jika kamu bersyukur,  niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat
(QS. Ibrahim : 7).

Looped Slider

Total Pageviews

Find Us On Facebook

Random Posts

Social Share

Flickr

Sponsor

Recent comments

About This Blog

Footer

Contact With Us

Name

Email *

Message *

Recent Comments

Popular Posts